“Jam sembilan nanti jemput di
depan seperti biasa ya pak.” Kata Dimas pada tukang ojek langganannya di
telepon.
“Iya,
yaudah, waalaikum salam.” Ucapnya memutus hubungan di telepon.
Dimas
melirik panci diatas kompor. Ia baru saja berhasil membuat sayur asem di dapur
kost. Masakan itu belum benar-benar matang. Dimas berjalan ke meja makan.
Diatasnya sebuah laptop sedang menyala. Dimas duduk. Tangannya mengarahkan touchpad-nya dan membuka folder berisi
cerita-cerita buatannya. Dimas adalah penulis lepas, atau begitulah ia menggambarkan
hobi menulisnya. Ia membuka salah satu tulisannya secara acak.
“apaan
nih?” Dimas menyerit melihat tulisannya. Rasanya ia tidak penah membuat cerita
yang satu ini. Ia juga tidak tahu bagaimana cerita itu ada di sana. Meskipun
begitu Dimas menjadi penasaran dan mulai membaca.
⌠”kalau
begitu nanti kita tinggal menunggu hasil perkembangan di kuartal ketiga dan-”
“Papa! Liat nih!” seru
Tania berlari-lari kecil. Gadis itu menyengir dan memamerkan gigi susunya. Ia
menunjukkan gambar keseniannya yang diberi nilai “A” oleh guru pada ayahnya
yang sedang menelepon sambil duduk di sofa ruang tamu. Ayahnya adalah pekerja
yang luar biasa. Ia selalu berusaha menyempatkan waktunya untuk bekerja agar
dapat menafkahi keluarga ini, dan Tania selalu menghormati hal itu.
“nanti dulu Tania, papa
sedang ada pekerjaan.”ucapnya sambil memberi isyarat diam.
Secara otomatis Tania
menutup mulutnya dengan tangan sambil berkata,
“ups, maaf”
“sana, main sama mama.”kata
ayahnya.
Tania segera berlari menuju
ruang keluarga sambil memanggil-manggil ibunya.
“mama!mama! liat ini
deh!”seru Tania.
Ibunya sedang menulis
sesuatu sambil mendengarkan berita di Tv.
“mama sedang apa?”tanyanya penasaran.
“lagi bikin tabel
acara.”ucap ibunya.
“oo.. ”gumam Tania
pura-pura mengerti.
Ibunya adalah seorang
perempuan yang selalu aktif. Ia selalu mengadakan acara-acara dan melakukan
berbagai kegiatan. Mungkin itulah yang menyebabkan ibunya tidak gendut seperti
ibu-ibu kebanyakan. Setidaknya menurut gadis kecil itu. Satu lagi, ibunya
sangat pandai bercerita.
“ma, liat ini deh!”Tania
menunjukkan gambarnya dengan bangga.
“wah, bagus!”puji ibunya.
“iya dong! Kan Tania yang
bikin!!”pujinya pada dirinya sendiri. Ibunya segera mengacak-ngacak rambut
Tania dengan gemas.
“kalau begitu berarti nanti
Tania bisa jadi pelukis nih!” ujarnya.
“lho? Bukannya mau jadi
astronot wanita?”tanya ibunya.
“kan nanti melukis bisa di luar
angkasa.”jawab Tania.
Ibunya tertawa mendengarnya.
“ih, kok mama malah
ketawa?” keluh Tania.
“nanti kalo catnya terbang
giamana?”
“kan catnya aku bungkus
sama plastik biar gak kemana-mana.”
Ibunya nyengir.
“berarti nanti kalo
mau melukis plastiknya dibuka dulu kan?”
Tania mengguk.
“kalau begitu nanti catnya terbang dong?”
“Er....” Tania berusaha
memikirkan jawabannya.
Begitulah keseharian gadis
kecil bernama Tania Maulinda. Baginya hidup itu mudah dan menyenangkan.
Terutama ketika ia bersama ayah dan ibunya.
Tetapi ketika Ta-⌡
“Woi! Masakan lu mateng tuh!” seru
seseorang tepat di belakang Dimas.
Dimas terkejut bukan main. Ia
berpaling ke sumber suara. Andi entah sejak kapan sudah ada di belakangnya.
“bikin kaget aja lu Di!” gerutu Dimas.
“niat gua kan baik.” Sangakal Andi.
Dimas
segera mematikan kompor gas. Ia mengambil mangkuk berukuran cukup besar dan
memasukkan sayur asem nya kesana. Andi melihat-lihat laptop Dimas dan bertanya.
“Lu lagi bikin cerita lagi nih?”
Dimas
menggeleng sambil berkata ”enggak”. Ia membuka penggorengan yang di tutup oleh
piring. Di dalamnya terdapat bandeng presto. Dimas mulai bercerita bahwa ia
sedang membaca cerita yang entah kenapa ada di laptopnya. Ia bercerita sambil
mencari tempat bekal di rak piring. Andi memeriksa informasi data tentang
cerita itu. Cerita itu pertama kali muncul atau disalin kedalam laptopnya
sekitar dua tahu lalu.
“dua
tahun lalu, berarti....”gumam Dimas.
Dimas
berpaling ke Andi, tetapi orang itu telah menghilang. Dimas memanggil-manggil
Andi. Memang kebiasaanya suka pergi tiba-tiba. Meskipun sebenarnya Andi sudah
memberi tahu Dimas dengan suara pelan. Dimas memasukkan bekalnnya kedalam
kantong kresek. Perhatiannya kembali pada laptopnya lagi. Ia kembali duduk dan
mulai membaca.
⌠Tetapi
ketika Tania semakin beranjak
dewasa, ia menyadari banyak hal yang selama ini keliru. Terutama tentang
keluarganya. Secara perlahan Tania menyadari ketika orang lain bercerita
bagaimana liburan mereka di pantai, ia malah bercerita bagaimana ia mengikuti
acara teman-teman ibunya. Ketika teman-temannya bercerita bagaimana asyiknya
mereka berkemah dengan keluarga, ia malah bercerita bagaimana ayahnya
mengajarkannya bertatakrama. Semakin dewasa, Tania menyadari ada sekat pemisah
di dalam keluarganya.
Tania
memperkirakan semua itu bermula saat ia masih berada di sekolah dasar. Suatu
malam, Tania kecil tiba-tiba terbangun dan merasa ingin ke kamar mandi. Pada
saat itu ia mendengar kedua orang tuanya berdebat. Mereka menyebut-nyebut
tantang kepedulian, janji-janji, komitmen sebekum menikah, dan juga tentang
dirinya. Tidak perlu waktu yang lama bagi Tania untuk memikirkannya, karena
bebeapa hari kemudian ibunya mengalami perubahan. Kini ibunya kembali bekerja.
Setiap
kali Tania bertanya kenapa ibunya mau bekerja menjadi pegawai, ia hanya
manjawab dengan senyuman ringan dan mulai mengalihkan pembicaraan. Perlu waktu
yang lebih lama lagi bagi Tania untuk mengetahui bahwa sebenarnya itu adalah
mimpi ibunya. Akhirnya Tania berhenti bertanya. Mengejar mimpi bukanlah masalah
besar, bukan?
Sayangnya
ayahnya tidak berpikiran seperti itu.⌡
Pada titik
itu Dimas berhenti membaca. Cerita itu mulai membuatnya merasa tidak nyaman.
Setelah menghela napas sebentar, Dimas kembali membacanya sambil berpikir siapa
yang membuat cerita itu.
⌠Semenjak
ibunya mulai bekerja , Tania semakin sering diajak untuk pergi ke pesta atau
acara teman ibunya. Dulu ketika sebelum bekerja, ibunya paling banyak
mengajaknya ke suatu acara hanya skitar satu kali dalam dua bulan dan itu sudah
termasuk acara sunatan ataupun pengajian. Tetapi ketika telah bekerja intensitasnya
meningkat manjadi sebulan dua kali , bahkan bisa sampai seminggu dua kali. Ternyata
ibunya diterima di sebuah perusahhan multinasional dengan jabatan yang tinggi.
Perusahaan itu telah membuat kontrak kerja sejaklama dan membuat ibunya mendapatkan
peningkatan jabatan yang sangat pesat. Tania tidak habis pikir, sebegitu
hebatnyakah ibunya hingga ia bisa
mendapatkan jabatan hebat dengan sangat pesat.
Pada
awalnya Tania tidak masalah ketika diajak pergi kesebuah acara. Tetapi ketika
hal itu menjadi semakin sering, Tania menjadi bosan karena disana nyaris tidak
ada teman sebayanya. Ketika disana ia diperkenalkan oleh banyak orang kemudian ia
akan dibangga-banggakan oleh ibunya. Selain itu, ia juga dipaksa mengunakan
berbagai aturan dan etika yang merepotkan. Suatu hari Tania pernah menolak
ikut, hasilnya ia dimarahi dan diceramahi habi-habisan. Akhirnya ia mengikuti
acara itu dengan terpaksa.
Kini
ibunya telah berubah. Dari seorang wanita aktif yang selalu peduli padanya,
menjadi orang asing. Ia mejadi jarang berada di rumah. Ketika ia berada di
rumah, biasanya ia mengerjakan urusan kantor. Akhirnya ibunya menjadi terkesan
tidak terlalu peduli pada rumah.
Tidak
lama, ayah Tania mengeluhkan hal tersebut. Tetapi dengan mudah ibunya berdalih
dan berkata pada suaminya bahwa suaminya juga melakukan persis seperti dirinya.
Ketika mendengar hal itu ayahnya menjadi sangat marah dan kemudian mereka
bertengkar hebat. Semenjak saat itu kedua orang tuanya tidak pernah akur. Entah
kenapa Tania melihat akhir-akhir ini ayahnya sering menelepon seseorang. Hanya
pada saat itu ia terlihat lebih tenang dan gembira. Hal tersebut membuat Tania
curiga.
Sedangkan
Tania sendiri? Sekarang ia hanyalah aset bagi ibunya untuk membanggakan diri
sekaligus korban beres-beres dan amarah kedua orangtuanya. Tania muak dengan
itu semua. Ia ingin menghentikannya. Tetapi apa yang bisa ia lakukan?? ⌡
Dimas
tertegun. Ia mengenali carita ini. Tetapi bagaimana cerita ini bisa ada dalam
laptopnya? Siapa yang membuatnya?
Samar-samar
ia mendengar deri motor dari luar.
Pasti
pak Bromo...pikirnya.
Ia
segera membawa laptop dan bekalnya kedalam kamar kost. Dimas segera pergi
mandi. Selang beberapa menit Dimas telah
keluar dari kamar mandi dan mengganti pakaian. Ia mengenakan kemeja berwarna
biru muda dan celana bahan berwarna hitam. Tak lupa, ia mengenakan dasi dengan
warna abu-abu. Dimas mengambil tablet dan menghubungkannya pada laptop. Dimas
meng- copy cerita itu kedalam
tabletnya. Kemudian ia mematikan laptopnya dan menyimpannya dalam lemari.
Setelah itu Dimas memasukkan bekal dan tabletnya kedalam tas. Ia keluar dari
kamar kostnya. Terdengar bunyi “klik” pelan ketika ia mengunci pintu kamar.
Dimas mengambil sepatu pantopel dan segera keluar dari kostannya.
“rapi amat hari ini, mau ngelamar
kerja?” tanya pak Bromo. Tukang ojek langanannya.
“enggak kok. Cuma mau ketemu seseorang
aja.” Jawab Dimas seadana.
Pak Bromo mengangguk-angguk mengerti.
Dimas memakai manaiki motornya. Pak Bromo segera menjalankan motornya dan
mengantar Dimas ke jalan utama.
“masukin ke daftar tagihan ya pak.”
Kata Dimas ketika mereka sudah sampai di pnggir jalan utama.
Pak
Bromo mengiyakan dan segera pergi. Dimas menunggu. Ia menunggu taksi diantara
kendaraan lain yang lewat di hadapannya sambil berpikir siapa penulis cerita
tersebut. Ia mulai memikirkan orang-orang yang mungkin menulisnya. Apakah yang
membuatnya adalah teman-temannya yang memiliki hobi menulis seperti dirinya?
Rasanya tidak mungkin karena ia baru mengenal mereka tahun lalu ketika ia masuk
ke dunia perkuliahan. Apakah penulisnya adalah ia sendiri? Mustahil, ingat saja
tidak. Atau penulisnya adalah keluarganya? Kalau dipikir-pikir ayahnya sudah
pasti bukan. Sedangkan ibunya...
Di
sudut matanya ia melihat taksi datang ke arahnya. Dimas segera memberi isyarat
agar taksi itu berhenti. Dimas segera
masuk.
“ke alamat ini pak.” Kata Dimas sambil
memberikan secarik kertas berisi alamat dari dompetnya.
Sopir
itu menganggukkan kepalanya dan tanpa basa-basi segera menjalankan mobilnya.
Taksi tersebut melaju dengan tenang. Dimas membuka tasnya, ia mengeluarkan
tabletnya. ia pikir mungkin akan lebih mudah mengetahui siapa penulisnya dari
gaya bahasa cerita tersebut.
⌠”Tania, hari ini kamu ikut
mama ke pesta ulang tahun atasan mama
ya?”ucap ibunya.
Tania yang sedang sarapan dengan sereal buatan sendiri
segera berhenti sejenak. Itu bukanlah permintaan, tetapi itu adalah perintah.
Ia mengenalinya. Tania memikirkan cara untuk menolaknya. Sudah terlalu banya
acara memuakkan dan membosankan yang diikutinya. Lagi pula minggu ini sedang
ada ujian mid semester.
“enggak ah ma.”kata Tania
selang beberapa lama.
Mata ibunya terlihat agak
menyipit. Ia berkata.
“kok begitu?”
“seminggu ini Tania ada
ujian.”
“ya ampun... kamukan
kemarin masuk rangking tiga besar, ujian pasti gampang. Pokoknya sore nanti
ikut mama. Mama mau ngenalin kamu sama salah satu teman mama yang baru,
oke?”bujuknya.
“tapi nanti sore Tania mau
belajar bareng di rumah teman.”kata Tania agak jengkel.
“belajar sama teman kan
masih bisa besok, atau besoknya lagi.. mau ya?”kali ini ibunya memaksa.
Entah kenapa Tania menghentikan kegiatan makannya.
BRAKK!! Tanpa sadar Tania berdiri sambil
menggebrak meja makan.
“Tania gak mau! Tania gak
mau ikut ke acara mama! Tania juga punya kegiatan yang harus dilakukan! Tania
juga punya kehidupan! Lagipula di sana Tania hanya berdiri kayak robot dan
ngikutin mama pergi sambil dipamerin ke
teman-teman mama itu!”ungkap Tania setengah membentak.
Begitu mengucapkannya Tania segera pergi mengambil tas
dan berangkat kesekolah. Sementara itu ibunya hanya menatap punggung anaknya
yang berjalan dengan cepat ke luar rumah. Raut wajahnya menjadi keruh dan tidak
terbaca. Entah apa yang dipikirkannya.
Malam harinya.....
Tania belajar sendirian di kamarnya sambil ditemani
sebuah speaker aktif berbentuk panda. Hari ini ia berhasil mengerjakan ujiannya
dengan lancar. Semoga saja besok ujiannya juga berjalan lancar. Ia membuka-buka
buku catatan fisika miliknya. Kamarnya sangatlah sederhana. Hanya terdiri dari
rak berisi buku, meja belajar, ranjang dengan beberapa boneka kesukaan
miliknya. Tidak ada hiasan di dinding kamarnya hanya cat berwarna putih biasa.
Terbesit rasa bersalah pada ibunya atas kejadian tadi
pagi. Tania segera menepis perasaan itu. Kejadian tersebut tidak sepenuhnya
salah dirinya. Hal itu memang sebagian besar salah ibunya, jika saja ibunya
tidak memaksanya seperti tadi pagi.
Tania kembali fokus pada pelajarannya. Lama kelamaan ia
diserang oleh rasa kantuk. Meskipun begitu ia memaksakan diri. Tania
terkantuk-kantuk untuk menyelesaikan soal fluida di bukunya. Tania melirik jam
yang berada di sebelah kanannya. Jam weker klasik tua berwarna perak yang
berada tepat di sebelah bingkai fot ia bersama teman-temannya. Jam tesebut
menunjukkan pukul 22.45. tania belajar terlalu larut.
Perlahan-lahan kesadarannya memudar. Tania mematikan
speaker aktifya karena lagu yang diputar mulai masuk kategori lembut dan menenangkan bagi dirinya. Akhirnya
ia tertidur di meja belajar.
Pada saat itu Tania mendengar pentu kamarnya dibuka.
Dengan malas ia melihat melalui pantulan dari jam weker peraknya. Dari sana ia
melihat ibunya masuk ke dalam kamar dengan balutan gemerlap gaun hitam berenda
putih yang sepertinya ada benang perak atau benda sejenisnya di renda tersebut.
Ibunya juga memakai sebuah kalung dengan berlian berwarna biru. Sepertinya ia
baru saja pulang dari acara temannya. Tania kira ia akan dimarahi karena ia
tidak mau pergi bersama ibunya. Jadi ia berpura-pura tidur. Tetapi ibunya tidak
membangunkannya. Wanita itu malah mengambil selimut Tania dan menyelimutinya
dengan hati-hati. Ibunya mengambil
bingkai foto Tania yang berada di meja belajar. Di foto tersebut anaknya
dan juga teman-temannya sedang tersenyum lebar dengan latar Candi Borobudur. Ia
tersenyum melihatnya dan berkata.
“terkadang mama lupa kalau
kamu sebenarnya sudah bukan anak kecil lagi.”
Ibunya menaruh foto itu kembali. Ia merapikan selimut
yang menyelimuti anaknya dan melihat apa yang sedang dikerjaka anakanya. Tania
merasakan tangan ibunya mengelus kepalanya dengan lembut.
“yah, sekarang anakku sudah
memiliki kehidupannya sendiri. Mama seringkali lupa kalau kamu sudah mandiri.
Rasanya... kamu sudah tidak butuh perhatian dari mamamu ini. ”kalimat terakhir
ibunya tidak lebih keras dari bisikan hingga Tania nyaris tidak bisa
mendengarnya.
Tentu
saja aku masih perlu perhatian dari mama!! Jerit
Tania dalam hati. Ia telah terjaga sepenuhnya, tetapi tetap menutup matanya.
“mama sadar. Pada dasarnya
mamamu ini adalah orang yang sangat ambisius dan keras kepala. Karena itu mama sering
lupa diri. Tapi sebenarnya mama sangat sayang banget sama papa dan terutama
kamu. ”
Ada keheningan sesaat
sebelum ibunya berkata,
“maafin mama ya nak... ”
Kemudian ia pergi
meninggalkan Tania yang sekarang menatap kosong dinding kamarnya sambil
berusaha menahan air mata dan rasa bersalah.
Apakah
ini berarti kami akan berdamai?
Atau
ini artinya ibunya akan kembali seperti dulu?
Puluhan pertanyaan berkelebat di kepala Tania. Tetapi ia
menahan diri. Tania akan menanyakannya besok. Sekaligus meminta maaf atas sikap
kasarnya tadi pagi. Semoga saja besok adalah hari yang baik.
Sayangnya semua harapan Tania lenyap. Pertengkaran kedua
orangtuanya mencapai puncak ketika Tania keluar dari kamarnya di pagi hari.
Berdasarkan potongan-potongan yang ia dengar, ternyata ayahnya tertangkap basah
selingkuh oleh ibunya melalui pesan masuk di handphone ayahnya. Mereka berdua
terhalang oleh meja makan . Ibunya menjerit histeris sambil melemparkan piring
antik ke arah ayahnya. Ayahnya menghindari piring itu dan memaki-maki ibunya
sambil berusaha menangkapanya. Piring tersebut pecah menabrak dinding. Pada
pagi itu, keluarga itu resmi hancur berantakan...⌡
Cerita
itu berakhir tepat ketika sopir taksi memberitahu bahwa mereka sudah sampai.
Dimas segera turun dan membayar sesuai dengan biaya yang tertera di argo taksi
tersebt. Begitu taksi itu mulai beranjak pergi, dimas segera berbalik dan
berjalan.
Cerita
itu belum berakhir. batin Dimas, ia masih belum memastikan dengan
pasti siapa penulisnya, tetapi secara perlahan Dimas merasa ia bisa mengetahui
siapa penulisnya.
“cerita itu masih berlanjut”gumam
Dimas.
“setelah kedua orangtua gadis itu
bercerai. Gadis itu memilih tinggal bersama kakek dan neneknya. Tidak lama
setelah itu ayahnya menikah lagi. Gadis itu sangat sedih mendengarnya. Kemudian
ia pindah untuk semetara waktu ke rumah ibunya. Ternyata ambisi ibunya telah
membawanya lebih jauh. Bukan, bukan ambisi ibunya yang mengubah ibunya. Tetapi
kecintaan ibunya pada ayahnya. Karena sesungguhnya ibunya masih mencintai
ayahnya, dan begitu ia mendengar suaminya menikah lagi. Hati ibunya hancur
berkeping-keping. Kini ibunya menjadi workaholic,
seseorang yang gila kerja dalam artian yang sesungguhnya. Pernah suau malam
gadis itu menemukan ibunya berteriak-teriak pada pukul sebelas malam. Gadis itu
gelagapan berusaha menghentikan ibunya. Hal itu menjadi pembicaraan tetangga
untuk seminggu berikutnya.
Sejak saat
itu terkadang ibunya berteriak-teriak, terkadang ibunya menangis tanpa alasan,
terkadang ibunya berlagak sedang mempersentasikan sesuatu. Ketika kebiasaan itu
semakin parah, dengan terpaksa gadis itu memanggil beberapa tetangganya untuk
membantu membawa ibunya ke rumah sakit jiwa. Setelah dilakukan serangkaian tes.
Dengan berat hati gadis itu menerima bahwa ibunya mengalami gangguan jiwa dan
terpaksa harus menjalani pengobatan disana. Akhirnya gadis itu menuliskan surat
pengunduran diri ibunya.”
Dimas
menghela napas sejenak. Ia memasuki bangunan besar berwarna putih. Didalamnya
terdapat beberapa orang yang sedang duduk di ruang tunggu. Ada resepsionis
tepat beberapa langkah di dekatnya. Ia melanjutkan kalimatnya.
“setelah kejadian itu, ibu gadis itu
menjadi bahan pembicaraan untuk waktu yang lama. Para tetangga ada yang
menunjukkan empati, tetapi lebih banyak yang justru malah menghina dan
menjadikannya bahan cemoohan ke yang lainnya. Tetapi walaupun para tetangga
menghina ibunya, ayahnya tidak peduli pada istrinya, dan ibunya sendiri
mengalami gangguan jiwa. Gadis itu tetap akan selalu menyayangi dan peduli pada
ibunya. Karena ia tau, ibunya akan selalu menyayanginya. Gadis itu akan selalu berbakti pada ibunya.
Karena ia sadar wanita itu adalah satu-satunya orang yang akan selalu mendapat
tempat di hatinya.”
Dimas mendekati meja resepsionis dan
berkata
“Bu, bisa tolong antarkan saya ke
kamar Melinda Ningsih? Saya dapat informasi kalau kamarnya telah dipindahkan.”
Perawat yang diajak bicara segera
mendongakkan kepalanya dan menghentikan kegiatan menulis katalognya.
“oh, tentu saja Dimas. Tunggu
sebentar.” Ucapnya. Ia segera pergi dari meja resepsionis.
Hampir
setiap perawat mengenali dirinya karena ia adalah pengunjung tetap disana.
Tidak lama perawat itu datang. Ia meminta Dimas untuk mengisi buku tamu. Dimas
menurutinya. Beberapa saat kemudian seorang perawat datang dan dan mengajaknya
ke ruangan yang ia tuju. Dimas baru pertama kali melihat perawat yang satu itu.
Sepertinya ia orang baru. Dimas melihat nama Sonna tertera di bajunya. Tepat di
bawah logo RSJ Bakti Asih.
Saat Dimas
berjalan bersama perawat itu, Dimas berpikir. Satu-satunya orang paling
memungkinkan menulis cerita itu selain dirinya hanya ada satu orang.
Kemungkinan besar penulisnya adalah ibunya sendiri.
Kenapa ia bisa membuat kesimpulan
seperti itu?
Jawabannya sederhana. Karena ia adalah
Tania yang ada di dalam cerita itu. Gadis yang berharap keluarganya kembali
normal. Orang yang peduli pada ibunya. semua itu tentang dirinya.
Yah...kecuali
persoalan gender. batin Dimas.
Sonna membuka pintu kamar bernomor
tiga puuh dua. Ia mempersilahkan Dimas untuk masuk.
“Assalamualaikum.”ujar Dimas sambil
masuk kedalam kamar.
Kamar
itu hanya terdiri dari satu ranjang, satu jendela yang diberi penghalang, satu
meja berserta dua kursi yang salah satunya telah diisi oleh seorang wanita.
Wanita itu memiliki beberapa keriput di wajahnya, rambutnya acak-acakan, tetapi
bersih. Ia sedang memegang cangkir plastik dengan cara yang anggn. Wanita itu
berpaling pada Dimas sambil tersenyum. Untuk sesaat Dimas mengira ibunya telah
normal hingga ibunya berkata,
“selamat datang pak direktur.”ucapnya
tenang.
“bu, hari ini Dimas bawa makanan
kesukaan Ibu!”seru Dimas sedikit dipaksakan.
“tidak usah repot-repot pak. Nanti
juga dibawakan oleh Budi. Oh iya, Bagaimana pogram rekrutmen engineering kita? Lancar?”
Dimas mengeluarkan bekalnya. Tangannya
gemetaran. Cerita itu telah membuat kenangan-kenangannya muncul dan menikamnya
dengan telak. Dimas berusaha menahan air matanya dan melenyapkan perasaan ngilu
yang berada didalam dirinya.
“Bu,”
“ada apa pak direktur?”tanya ibunya.
“selamat hari ibu” kata Dimas lirih.
“Dimas sayang ibu.” Dimas
mengatakannya dengan susah payah. Ia berusaha menahan tangis.
“ah pak direktur bisa aja.”kata ibunya
terkekeh pelan.
“lagi pula hari ini bukan hari ibu.”tambahnya.
perkataan ibunya memang benar. Tetapi
Dimas tidak peduli. Baginya setiap hari adalah hari ibu. Hari dimana kita harus
menunjukkan kasih sayang dan bakti kita pada ibu kita tercinta.
-FIN-