Rabu, 21 Januari 2015

Kiss of Death ch.04

IV
                Aku memandang langit sambil bersandar di kursi halaman rumah sakit. Bahuku terasa di tusuk–tusuk. Gadis itu membuat luka ini sedikit terbuka. Untung kata dokter luka ini tidak apa–apa. Aku memijat area sekitar luka itu dengan hati–hati. Apa yang membuatnya bisa begitu marah? Dan apa yang membuatnya begitu sedih? Semua itu terjadi saat ia bertemu denganku. Apa aku telah melakukan sebuah kesalahan? Atau dia mengenal seseorang yang mirip denganku?
                Aku menggelengkan kepala. Mana mungkin aku tahu alasannya. Aku segera beranjak dari tempat duduk. Awan mendung mulai terlihat di langit. Lebih baik segera kembali ke kamar. aku berjalan santai menuju kamar. Samar–samar aku mendengar suara ribut tidak jauh dariku. Ternyata ada seorang pasien  yang sedang dilarikan ke UGD. Sepertinya kondisinya mendadak kritis. Aku melihat para perawat dan dokter terlihat agak panik. Tapi mereka masih berusaha terlihat tenang karena ada keluarga pasien di dekat mereka. Aku memperhatikannya. Mereka hanya berjarak sekitar dua belas langkah dariku. Keluarga mereka terlihat sangat panik.
Pada saat itu aku merasakan sesuatu yang aneh...
                Lidahku dipenuhi oleh rasa tembaga. Aku segera membuang ludah. Tidak ada yang aneh di sana. Aku memasukkan telunjukku ke dalam mulut. Mencari-cari luka di antara gusi. Tidak apa-apa. Semuanya normal. Tapi anehnya lidahku terasa dipenuhi oleh rasa tembaga. Sangat tidak enak ketika rasa tembaga itu memenuhi lidahku. Aku segera mencari air minum terdekat, kepalaku terasa sakit. Rasanya ada jarum yang menusuk kedua pelipisku. Semakin lama rasa sakit itu terasa masuk ke dalam kepalaku. Aku bersandar pada dinding terdekat. Aku mendengar suara orang mengerang kesakitan. Bukan, itu adalah suaraku sendiri. Tapi anehnya suara itu terdengar dari kejauhan. Sakit. hanya itu yang bisa kukatakan. Sakitnya tidak bisa kugambarkan. Pada saat itu sebuah kilasan kejadian muncul di kepalaku. Aku terkulai lemas di atas ranjang operasi. Mataku terbuka sedikit. Aku melihat ada beberapa orang berpakaian hijau persis seperti dokter yang akan melakukan operasi. Aku dalam kondisi setengah sadar. Tiba-tiba ada sebuah benda dingin terasa menyentuh dadaku. Benda itu bergerak secara perlahan dan mendesak masuk ke dalam kulitku. Aku merasakan dinginnya benda itu saat ia menembus kulit. Dan kemudian rasa sakit itu muncul. Aku bisa merasakan benda itu bergerak dan mengiris kulitku. Tiba-tiba semuanya bergerak dengan cepat seperti ada yang menekan tombol remote video. Aku merasa sakit  yang luar biasa. Entah kenapa, aku melihat mereka mengambil sesuatu. Benda itu berwarna merah kelabu dan... ada darah di sana.
                Aku menjerit ketakutan. Tidak aku tidak bisa menjerit. Hanya suara mengerang yang bahkan aku sendiri nyaris tidak bisa mendengarnya. Aku ingin memberi tahu mereka untuk berhenti. Aku ingin memberi tahu mereka kalau aku merasakan rasa sakit ini. Tapi aku tidak bisa. Aku hanya bisa melihat mereka membelah diriku sementara aku bisa merasakan sakitnya tanpa bisa berbuat apa-apa. Aku hanya bisa berteriak dalam hati. Memohon agar mereka berhenti atau paling tidak menambah dosis obat bius lebih banyak lagi. Pada saat itu ada beberapa suara yang muncul di kepalaku secara bersamaan. Mereka mengatakan sesuatu yang tidak aku mengerti. Tapi ada satu suara yang paling jelas terdengar. Suara itu seperti terdengar dari suatu tempat yang sangat dalam, tapi aku bisa mendengarnya dengan jelas. Aku tidak tahu apakah itu suara laki-laki atau perempuan. Tapi yang pasti suara itu membuatku merinding. Suara itu berkata di dalam kepalaku..
Sang pewaris akan mendapatkan hadiahnya...
Dalam kesakitan yang amat sangat. Tanpa sadar aku bertanya.
Apa? Apa maksudmu?
Suara itu kembali berkata.
Dan sebuah ciuman kematian untuk dirinya...
#####
                Gadis itu berada di atas ranjang rumah sakit. ia memeluk lututnya sendiri. Wajahnya terlihat murung. Ia memperhatikan tangan kirinya yang diperban. Tanpa sadar ia mengepalkan tangannya yang terluka.
Auch!” ujarnya diiringi desis pelan. Ada setitik darah yang merembes keluar. Gadis itu hanya melihat noda merah yang muncul dengan murung.

Yah... mau bagaimana lagi?” gumamnya pada dirinya sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar