IV
Aku memandang langit sambil
bersandar di kursi halaman rumah sakit. Bahuku terasa di tusuk–tusuk. Gadis itu
membuat luka ini sedikit terbuka. Untung kata dokter luka ini tidak apa–apa.
Aku memijat area sekitar luka itu dengan hati–hati. Apa yang membuatnya bisa
begitu marah? Dan apa yang membuatnya begitu sedih? Semua itu terjadi saat ia
bertemu denganku. Apa aku telah melakukan sebuah kesalahan? Atau dia mengenal
seseorang yang mirip denganku?
Aku menggelengkan kepala. Mana
mungkin aku tahu alasannya. Aku segera beranjak dari tempat duduk. Awan mendung
mulai terlihat di langit. Lebih baik segera kembali ke kamar. aku berjalan
santai menuju kamar. Samar–samar aku mendengar suara ribut tidak jauh dariku.
Ternyata ada seorang pasien yang sedang
dilarikan ke UGD. Sepertinya kondisinya mendadak kritis. Aku melihat para
perawat dan dokter terlihat agak panik. Tapi mereka masih berusaha terlihat
tenang karena ada keluarga pasien di dekat mereka. Aku memperhatikannya. Mereka hanya
berjarak sekitar dua belas langkah dariku. Keluarga mereka terlihat sangat
panik.
Pada saat itu aku
merasakan sesuatu yang aneh...
Lidahku dipenuhi oleh rasa
tembaga. Aku segera membuang ludah. Tidak ada yang aneh di sana. Aku memasukkan
telunjukku ke dalam mulut. Mencari-cari luka di antara gusi. Tidak apa-apa. Semuanya normal. Tapi
anehnya lidahku terasa dipenuhi oleh rasa tembaga. Sangat tidak enak ketika
rasa tembaga itu memenuhi lidahku. Aku segera mencari air minum terdekat,
kepalaku terasa sakit. Rasanya ada jarum yang menusuk kedua pelipisku. Semakin
lama rasa sakit itu terasa masuk ke dalam kepalaku. Aku bersandar pada dinding
terdekat. Aku mendengar suara orang mengerang kesakitan. Bukan, itu adalah
suaraku sendiri. Tapi anehnya suara itu terdengar dari kejauhan. Sakit. hanya
itu yang bisa kukatakan. Sakitnya tidak bisa kugambarkan. Pada saat itu sebuah
kilasan kejadian muncul di kepalaku. Aku terkulai lemas di atas ranjang
operasi. Mataku terbuka sedikit. Aku melihat ada beberapa orang berpakaian
hijau persis seperti dokter yang akan melakukan operasi. Aku dalam kondisi
setengah sadar. Tiba-tiba ada sebuah benda dingin terasa menyentuh dadaku.
Benda itu bergerak secara perlahan dan mendesak masuk ke dalam kulitku. Aku
merasakan dinginnya benda itu saat ia menembus kulit. Dan kemudian rasa sakit
itu muncul. Aku bisa merasakan benda itu bergerak dan mengiris kulitku.
Tiba-tiba semuanya bergerak dengan cepat seperti ada yang menekan tombol remote video. Aku merasa sakit yang luar biasa. Entah kenapa, aku melihat
mereka mengambil sesuatu. Benda itu berwarna merah kelabu dan... ada darah di
sana.
Aku menjerit ketakutan. Tidak
aku tidak bisa menjerit. Hanya suara mengerang yang bahkan aku sendiri nyaris
tidak bisa mendengarnya. Aku ingin memberi tahu mereka untuk
berhenti. Aku ingin memberi
tahu mereka kalau aku merasakan rasa sakit ini. Tapi aku
tidak bisa. Aku hanya bisa melihat mereka membelah diriku sementara aku bisa
merasakan sakitnya tanpa bisa berbuat apa-apa. Aku hanya bisa berteriak dalam
hati. Memohon agar mereka berhenti atau paling tidak menambah dosis obat bius
lebih banyak lagi. Pada saat itu ada beberapa suara yang muncul di kepalaku
secara bersamaan. Mereka mengatakan sesuatu yang tidak aku mengerti. Tapi ada
satu suara
yang paling jelas terdengar. Suara itu seperti terdengar dari suatu tempat yang
sangat dalam, tapi aku bisa mendengarnya dengan jelas. Aku tidak tahu apakah itu suara
laki-laki atau perempuan. Tapi yang pasti suara itu membuatku merinding. Suara
itu berkata di dalam kepalaku..
Sang pewaris
akan mendapatkan hadiahnya...
Dalam kesakitan
yang amat sangat. Tanpa sadar aku bertanya.
Apa? Apa maksudmu?
Suara itu kembali berkata.
Dan sebuah
ciuman kematian untuk dirinya...
#####
Gadis itu berada di atas ranjang
rumah sakit. ia memeluk lututnya sendiri. Wajahnya terlihat murung. Ia
memperhatikan tangan kirinya yang diperban. Tanpa sadar ia mengepalkan
tangannya yang terluka.
“Auch!” ujarnya diiringi
desis pelan. Ada setitik darah yang merembes keluar. Gadis itu hanya melihat
noda merah yang muncul dengan murung.
“Yah... mau bagaimana
lagi?” gumamnya pada dirinya sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar