Rabu, 07 Januari 2015

Kiss of Death Ch.01

             Langit siang hari di luar Stasiun Lenteng Agung terasa lebih cerah dari biasanya. Orang-orang berjalan sambil berusaha menyelesaikan pekerjaan mereka sendiri. Ada pengamen biola buta yang bermain dengan suara merdu hingga membuat suasana terasa agak sendu. Ia bermain di temani seorang gadis kecil berkerudung pink lusuh. Di tangannya ada bungkus plastic tua yang di jadikan sebagai tempat menaruh uang. Beberapa tukang ojek berusaha menawarkan jasanya. Yah, secara keseluruhan hari ini adalah hari yang baik. Tapi tidak untukku.
            Aku berjalan melewati pengemis itu. Ia memainkan biolanya dengan baik. Sayangnya itu malah membuatku merasa kesal. lagu itu seperti mengejekku. Andai aku bisa menghentikannya. Tapi aku tidak melakukannya. Aku harus pergi dari tempat ini. Kakiku terus melangkah memasuki stasiun. Aku mengambil tiket multitrip dari dalam dompet. Begitu melakukan tapping, aku segera berjalan masuk.
Mas ada yang jatuh.” Ujar seorang seorang ibu yang mengenakan pakaian rapi persis seperti ingin pergi ke pengajian.
            Ia menyodorkan selembar foto. Aku mengambilnya sambil berusaha tersenyum dan mengucapkan terimakasih. Di foto tersebut terdapat gambar soerang wanita cantik berusia sekitar dua puluhan yang mengenakan baju longgar berwarna biru tosca. ia tersenyum hingga lesung pipinya terlihat sambil memiringkan kepalanya serta memamerkan jari telunjuk dan tengah tangan kanan. Aku hanya melihatnya sekilas kemudian meremas foto tersebut sampai menjadi gumpalan kecil keras dan membuangnya di tempat sampah terdekat. Sebuah masa lalu yang tidak layak diingat.
            Tiba-tiba pengumuman terdengar pemberitahuan bahwa kereta tujuan akhir Jakarta Kota sebentar lagi akan sampai di Stasiun Lenteng Agung. Begitu kereta itu terlihat, aku segera berdiri dan bersiap-siap. Sebelum berhenti aku melihat ke dalam melalui kaca kereta tersebut. Ternyata kereta itu dipenuhi banyak orang. Aku sempat ragu untuk masuk. Tapi perasaan tersebut segera ku hilangkan. Ini bukan waktunya untuk berpikir tentang hal semacam itu. Yang penting sekarang hanya pergi dari sini. Kereta tersebut melambat secara bertahap hingga akhirnya berhenti. Satu pintu berhenti tepat di depanku. Aku bisa melihat ada banyak orang di dalamnya. Sebelum pintu itu terbuka aku telah bersiap agar bisa menerobos masuk.
Pintu terbuka. Aku bergerak untuk masuk. Tanpa bisa kutahan, orang-orang itu keluar dari dalam kereta secara serentak dan membentuk dinding yang tak bisa ku tembus. Entah kenapa rasanya mereka semua seperti mencoba menghalangiku. Tapi aku tidak mau kalah. Aku tetap berusaha masuk. Selang beberapa detik, aku sudah berada di dalam kereta.  kereta itu menjadi lebih langgeng dari sebelumnya.
Begitu kereta mulai berjalan, aku mengeluarkan headset dari saku dan segera mendengarkan lagu. Di sudut mataku ada sesuatu yang menarik. Seorang gadis terlihat jongkok di samping pintu masuk. Ia memeluk lututnya sambil menunduk. Rambut hitamnya lurus tergerai sampai punggungnya. Aku masih bisa melihat matanya.  Ia terlihat sedih dan ketakutan. Sebagian diriku tergerak untuk menolongnya.
Tapi untuk apa?
Aku bahkan tidak mengenal gadis itu. Bukan urusanku jika ia terlihat ketakutan. Jadi aku segera mengeraskan lagu yang aku dengar agar tidak perlu memperhatikannya. Tiba-tiba kereta bergoyang lebih keras dari biasanya. Aku terkejut. Tidak lebih tepatnya kami semua terkejut, kecuali.... gadis aneh yang aku lihat tadi. Pada saat itu orang-orang mulai panik.
Kereta berguncang lagi. Orang-orang mulai terlihat ketakutan sama sepertiku. Tapi ada satu hal yang mengganjal. Gadis itu terlihat tidak terkejut sama sekali. Raut wajahnya terlihat sama. Ia menundukkan kepalanya semakin dalam. Tanpa sadar aku mendekatinya. tepat ketika aku mendekatinya, tangannya teracung ke arahku.
Berhenti!” ujarnya singkat.
Aku kebingungan, kenapa ia tiba-tiba menyuruhku berhenti? Sepertinya gadis itu menyadari kebingunganku dan berkata.
Kau tidak boleh lebih dekat dari ini. Menjauh dariku!” kali ini suaranya lebih keras. Entah kenapa sepertinya gadis itu terlihat lebih takut ketika aku mendekatinya.
            Aku terpaku, campuran antara bingung dan ketakutan membuatku tidak bisa berpikir. Pada detik itu kereta terguncang sangat keras. Orang-orang di dalam kereta terlihat ketakutan luar biasa. Sebagian dari mereka yang berdiri terjatuh karena kehilangan keseimbangan. Sebagian lagi terlihat berusaha berjalan ke gerbong paling belakang. Aku harus berpegangan pada tiang besi yang berdiri tepat di depanku agar tidak terjatuh.
            Gadis itu berpegangan pada gagang pintu kereta. Wajahnya hanya sedikit panik. Aku mendengar suara besi bergesekan yang sangat mengganggu dari depan. Pada detik itu aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi  yang pasti kereta menjadi miring dan rasanya sangat mengerikan. Seolah-olah dalam gerak lambat, aku bisa merasakan kengerian orang-orang di sekitarku. Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak tahu. Yang aku tahu aku tidak bisa membiarkan gadis itu mati dalam kesedihannya. Pada detik itu kereta semakin miring dan aku  melompat untuk memotong jarak antara diriku dan gadis itu. Aku memeluknya. Menjadikan tubuhku sendiri sebagai pertahanan terakhir. Gadis itu memberontak. Ia berusaha mendorong bahuku agar menjauh. Aku tetap memeluknya dengan erat. Tiba-tiba bahu kananku terasa basah. Aku berpaling. Itu adalah darah.
 Ada besi panjang pipih yang menembus bahuku dan tangan gadis itu. Ia meneteskan air mata dan berkata dengan suara pelan dan penuh penyesalan.
Bodoh....”
Pada saat itu bahu kananku sakit luar biasa. Kemudian dunia berputar sebelum akhirnya menjadi gelap.

0 komentar:

Posting Komentar