Langit
siang hari di luar Stasiun Lenteng Agung terasa lebih cerah dari biasanya. Orang-orang
berjalan sambil berusaha menyelesaikan pekerjaan mereka sendiri. Ada pengamen
biola buta yang bermain dengan suara merdu hingga membuat suasana terasa agak
sendu. Ia bermain di temani seorang gadis kecil berkerudung pink lusuh. Di tangannya ada bungkus plastic tua yang di jadikan sebagai tempat
menaruh uang. Beberapa tukang ojek berusaha menawarkan jasanya. Yah, secara
keseluruhan hari ini adalah hari yang baik. Tapi tidak untukku.
Aku
berjalan melewati pengemis itu. Ia memainkan biolanya dengan baik. Sayangnya itu
malah membuatku merasa kesal. lagu itu seperti mengejekku. Andai
aku bisa menghentikannya. Tapi aku tidak melakukannya. Aku harus pergi dari
tempat ini. Kakiku terus melangkah memasuki stasiun. Aku mengambil tiket multitrip dari dalam dompet. Begitu
melakukan tapping, aku segera
berjalan masuk.
”Mas ada yang jatuh.” Ujar seorang
seorang ibu yang mengenakan pakaian rapi persis seperti ingin pergi ke
pengajian.
Ia
menyodorkan selembar foto. Aku mengambilnya sambil berusaha tersenyum dan
mengucapkan terimakasih. Di foto tersebut terdapat gambar soerang wanita cantik berusia
sekitar dua puluhan yang mengenakan baju longgar berwarna biru tosca. ia tersenyum hingga lesung
pipinya terlihat sambil memiringkan kepalanya serta memamerkan jari telunjuk
dan tengah tangan kanan. Aku hanya melihatnya sekilas kemudian meremas foto
tersebut sampai menjadi gumpalan kecil keras dan membuangnya di tempat sampah
terdekat. Sebuah masa lalu yang tidak layak diingat.
Tiba-tiba
pengumuman terdengar pemberitahuan bahwa kereta tujuan akhir Jakarta Kota sebentar lagi akan sampai
di Stasiun Lenteng Agung. Begitu kereta itu
terlihat, aku segera berdiri dan bersiap-siap. Sebelum berhenti aku melihat ke dalam melalui kaca kereta
tersebut. Ternyata kereta itu dipenuhi banyak orang. Aku sempat ragu untuk
masuk. Tapi perasaan tersebut segera ku hilangkan. Ini bukan waktunya untuk
berpikir tentang hal semacam itu. Yang penting sekarang hanya pergi dari sini.
Kereta tersebut melambat secara bertahap hingga akhirnya berhenti. Satu pintu
berhenti tepat di depanku. Aku bisa melihat ada banyak orang di dalamnya.
Sebelum pintu itu terbuka aku telah bersiap agar bisa menerobos masuk.
Pintu terbuka. Aku bergerak untuk
masuk. Tanpa bisa kutahan, orang-orang itu keluar dari dalam kereta secara
serentak dan membentuk dinding yang tak bisa ku tembus. Entah kenapa rasanya
mereka semua seperti mencoba menghalangiku. Tapi aku tidak mau kalah. Aku tetap
berusaha masuk. Selang beberapa
detik, aku sudah berada di dalam kereta. kereta itu menjadi lebih langgeng dari
sebelumnya.
Begitu kereta mulai berjalan, aku
mengeluarkan headset dari saku dan segera mendengarkan lagu. Di sudut mataku
ada sesuatu yang menarik. Seorang gadis terlihat jongkok di samping pintu
masuk. Ia memeluk lututnya sambil menunduk. Rambut hitamnya lurus tergerai
sampai punggungnya. Aku masih bisa melihat matanya. Ia terlihat sedih dan ketakutan. Sebagian
diriku tergerak untuk menolongnya.
Tapi untuk apa?
Aku bahkan tidak mengenal gadis itu.
Bukan urusanku jika ia terlihat ketakutan. Jadi aku segera mengeraskan lagu
yang aku dengar agar tidak perlu memperhatikannya. Tiba-tiba kereta bergoyang
lebih keras dari biasanya. Aku terkejut. Tidak lebih tepatnya kami semua
terkejut, kecuali.... gadis aneh yang aku lihat tadi. Pada saat itu orang-orang
mulai panik.
Kereta berguncang lagi. Orang-orang
mulai terlihat ketakutan sama sepertiku. Tapi ada satu hal yang mengganjal.
Gadis itu terlihat tidak terkejut sama sekali. Raut wajahnya terlihat sama. Ia
menundukkan kepalanya semakin dalam. Tanpa sadar aku mendekatinya. tepat ketika
aku mendekatinya, tangannya teracung ke arahku.
“Berhenti!” ujarnya singkat.
Aku kebingungan, kenapa ia tiba-tiba menyuruhku
berhenti? Sepertinya gadis itu menyadari kebingunganku dan berkata.
“Kau tidak boleh lebih dekat dari ini.
Menjauh dariku!” kali ini suaranya lebih keras. Entah kenapa sepertinya gadis
itu terlihat lebih takut ketika aku mendekatinya.
Aku
terpaku, campuran antara bingung dan ketakutan membuatku tidak bisa berpikir. Pada
detik itu kereta terguncang sangat keras. Orang-orang di dalam kereta terlihat
ketakutan luar biasa. Sebagian dari mereka yang berdiri terjatuh karena
kehilangan keseimbangan. Sebagian lagi terlihat berusaha berjalan ke gerbong
paling belakang. Aku harus berpegangan pada tiang besi yang berdiri tepat di
depanku agar tidak terjatuh.
Gadis
itu berpegangan pada gagang pintu kereta. Wajahnya hanya sedikit panik. Aku
mendengar suara besi bergesekan yang sangat mengganggu dari depan. Pada detik
itu aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi
yang pasti kereta menjadi miring dan rasanya sangat mengerikan. Seolah-olah dalam
gerak lambat, aku bisa merasakan kengerian orang-orang di sekitarku. Apa yang
harus aku lakukan? Aku tidak tahu. Yang aku tahu aku tidak bisa membiarkan
gadis itu mati dalam kesedihannya. Pada detik itu kereta semakin miring dan
aku melompat untuk memotong jarak antara
diriku dan gadis itu. Aku memeluknya. Menjadikan tubuhku sendiri sebagai
pertahanan terakhir. Gadis itu memberontak. Ia berusaha mendorong bahuku agar
menjauh. Aku tetap memeluknya dengan erat. Tiba-tiba bahu kananku terasa basah.
Aku berpaling. Itu adalah darah.
Ada besi panjang pipih yang menembus bahuku
dan tangan gadis itu. Ia meneteskan air mata dan berkata dengan suara pelan dan
penuh penyesalan.
“Bodoh....”
Pada saat itu bahu kananku sakit luar biasa. Kemudian
dunia berputar sebelum akhirnya menjadi gelap.
0 komentar:
Posting Komentar