Dua minggu ini
merupakan minggu-minggu terburuk bagi Rano. Setelah berbulan-bulan ia berusaha
mendapatkan cinta risa dan berhasil, kini Risa putus darinya. Beberapa hari
kemudian motor miliknya jatuh ke jurang saat ia hampir
ditabrak bus ketika pulang menuju bandung, dan sekarang ternyata teman dekatnya
sendiri yang telah bersahabat sejak SMP telah jadian
dengan Risa. Ketika pertama kali Rano mengetahui hal tersebut, selama dua hari
Rano marah-marah dan ia sudah beberapa kali berkelahi dengan Ivan yang
merupakan “sahabat”-nya tersebut. Ia sendiri juga
selalu mengacuhkan Risa ketika mereka berpapasan. Kerena ada satu hal yang
selalu memenuhi pikirannya.
Penghianat!! Kira-kira
itulah yang dipikirkannya.
Dan Rano telah memutuskan untuk
mengubah kawan dekatnya menjadi musuh...
Tapi sekarang
semua itu berubah saat ia mengetahui bahwa Ivan sedang sekarat. Rano mengetahui
hal tersebut dari Risa sekitar satu jam yang lalu. Sebenarnya
Rano telah diberi tahu Risa empat jam yang lalu bahwa Ivan mengalami kecelakaan
tapi Rano tidak peduli. Ia terlanjur benci pada Ivan. Hingga tadi
Risa menelepon Rano dan mengatakan pada Rano tentang keadaan Ivan yang sekarat.
Ia juga berkata bahwa Ivan ingin bertemu Rano dan mengatakan sesuatu. Rano yang
mendengarnya menjadi khawatir dan cemas. Karena jika ini merupakan adegan film,
maka Ivan pasti sebentar lagi akan meninggal.
Sekarang
Rano terbangun didalam bus tepat ketika ponselnya berdering. Display ponselnya menunjukkan nama Risa.
“Halo. Rano, dimana lu?”
tanyanya
“Gua..” Rano memperhatikan
lingkungan di sekitarnya. Ia sudah setangah jalan menuju Bandung. Rano melihat
langit menandakan bahwa sekarang sudah sore.
“Gua udah setengah jalan, Bentar
lagi juga sampai di rumah sakit.” Jawabnya.
“Oke, cepetan ya..” ujar Risa
dalam telepon. Ia terdengar seperti menahan tangis.
“Iya. Bye…” balas Rano, dan
hubungan di putus.
Saat
Rano memasukkan ponselnya ke saku kirinya. Ia melihat dua buah bunga di kursi
sebelahnya. Dua bunga akasia berwarna merah muda dan putih.
Bunga
kesukaan Risa… batinya.
Tapi
Rano tidak tertarik untuk mengambil bunga tersebut. Ia mengalihkan perhatiannya
dengan memndangi pohon yang berkelebat di sekitarnya dengan cepat. Anehnya, bunga itu membuatnya mengkhawatirkan Risa.
######
Malam hari, beberapa saat
setelah matahari terbenam.
Rano
berlari-lari kecil memasuki rumah sakit Bakti Asih.
Ia telah berkali-kali menelepon Risa dan pada akhirnya mencoba menelepon Ivan
tanpa jawaban dari keduanya. Rano terus berlari-lari kecil menuju meja
resepsionis.
Buk!!! Secara
tidak sengaja Rano menabrak seorang perawat yang membawa buku dan berkas-berkas. Berkas-berkas perawat itu jatuh berantakan. Secara
refleks ia meminta maaf dan segera membantu perawat tersebut membereskannya.
Perawat itu mengucapkan tidak masalah
sambil berjalan pergi. Rano memperhatikan perawat itu sejenak. Tanpa sengaja
pandangan Rano teralihkan.
Ini kan...
Tepat dibawah kakinya
terdapat dua bunga akasia berwarna merah muda dan putih. Rano memungutnya.
Pandangannya kembali beralih ke tempat perawat itu pergi. Perawat itu telah
menghilang diantara kerumunan orang-orang. Rano memperhatikan bunga itu sambil
menunggu sebuah keanehan terjadi.
Sayangnya tidak terjadi
apapun. Itu hanyalah sebatas khayalannya.
Tiba-tiba handphone Rano berbunyi. Ada SMS dari Risa. SMS
dari Risa menanyakan ia berada dimana. Rano menjawab bahwa ia telah berada di
rumah sakit. Risa kembali membalas dan menyuruh Rano menunggu di sana.
Tidak lama, disudut
matanya Risa terlihat diantara orang-orang lain.
“Risa!!” panggil Rano sambil melambaikan tangan.
Risa beraling ke arah
Rano. Ia tersenyum. Wajahnya terlihat pucat dan kelelahan dengan tanda hitam
dibawah kelopak matanya. Tetapi ia tetap terlihat cantik dengan cara yang aneh.
Risa memberi isyarat pada Rano untuk mendekatinya. Rano berjalan mendekati Risa. Begitu Rano mendekati Risa, gadis itu malah menjauh.
Rano terkejut dan tidak mengerti. Tetapi Risa berbalik dan memberi isyarat untuk mengikutinya sambil terlihat gelisah.
Rano menganggap Risa memintanya untuk bergegas. Dengan terpaksa Rano berlari mengikuti
Risa. Beberapakali Rano tertinggal, tetapi untungya Risa selalu kembali agar ia
tidak tertinggal. Risa telah membawanya menuju bagian rumah sakit yang dalam
dan sepi. Semakin lama, Rano semakin khawatir kemana gadis itu
akan membawanya.
Tiba-tiba Rano melihat
Risa berlari dan masuk kedalam ruangan di simpangan tidak jauh di depannya.
Akhirnya... batin Rano.
Rano semakin mempercepat langkahnya.
Begitu ia menyentuh gagang pintu, seseorang berlari dari simpangan dengan arah
yang berlawanan tepat didepannya. Rano terkejut bukan main. Sayangnya ia tidak
bisa berhenti dan mereka berdua bertabrakan.
“Aduh... kalo jalan liat-liat dong...” keluh Rano sambil
mengusap kepalanya.
“Maaf mas, saya gak se- Eh? Rano!!” seru orang itu.
“Ivan?!!” Rano terkejut bukan main.
“Kok lu bisa ada disini? Bukannya lu jatuh dari lantai tiga
terus sekarat?” tanya Ivan dengan wajah penuh penasaran. Ia kelihatan baik-baik
saja.
“Enak aja! Ati-ati kalo ngomong! Gua masih sehat gini,
lagian bukannya lu kecelakaan?” kata Rano balas bertanya.
“Enggak, kata siapa?” jawab Ivan.
“Kata...”ucapan Rano bertambah pelan.
Kalau berita ini bohong, berarti kemungkinan besar yang
melakukan ini adalah......
“Risa!” ujar mereka berdua bersamaan.
Rano dan Ivan terkekeh
pelan. Rano berpikir, apa alasan Risa mempertemukan mereka berdua? Tanpa
disadarinya Ivan melihat Rano termenung dan berkata,
“No...” kata Ivan memutus lamunan
Rano.
“Ya?”
“Ngomong-ngomong.... gua mau minta maaf soal...”perkataan
Ivan tertahan. Ia terlihat tidak nyaman.
Rano tersadar untuk inilah
Risa mempertemukan mereka berdua. Untuk memberi tahu mereka persahabatan mereka sebenarnya sangatlah
penting. Meskipun mereka berdua bertengkar. Tetapi sebenarnya mereka masih
peduli satu sama lain.
“Harusnya gua yang minta maaf ke lu. Seharusnya gua gak usah marah banget
kayak gitu. Sori banget Van..” Rano
menyela perkataan Ivan.
“Ah gak apa-apa kok. Gua udah lama maafin lo. Cuma.... soal Risa..”
Dengan berat hati Rano berkata,
“Yah, mau bagaimana lagi? Risa emang gak cocok sama gua... tapi awas lu
kalau bikin Risa kenapa-napa!” ujarnya berusaha terdengar santai.
“Tenang aja. Gak usah marah-marah
gitu mas” Ivan menganggukan kepalanya dan nyengir.
“Eh. Kita jadi masuk gak nih?” lanjutnya.
“Yep, ayo masuk.” kata Rano.
Mereka membuka pintunya bersama-sama.
Sepi, itulah kesan pertama
mereka berdua. Risa tidak ada disana. Hanya ada beberapa orang yang memunggungi
mereka berdua diiringi isakan sedih samar. Rano melangkah perlahan dengan
kebingungann dan penasaran. Ivan mengikutinya. Ketika mereka berdua mendekat,
Rano melihat sesosok tubuh yang ditutupi oleh kain putih tanpa noda.
“Om... tante...” panggil Rano. Ia menyadari bahwa diantara
mereka terdapat orang tua dan beberapa
anggota keluarga Risa. Kedua orang tua Risa tidak berkata apapun. Mereka justru
berpaling menghindari kontak mata dari Rano dan Ivan.
“Rano...”panggil Ivan lirih.
Rano berpaling pada Ivan.
Wajahnya terlihat pucat dan teramat terkejut saat melihat sesuatu yang berada
di ujung ranjang. Rano menyusuri sorot mata Ivan dengan tatapan tegang. Tatapa
Rano berubah pucat. Ia melihat apa yang Ivan lihat.
Sebuah liontin dengan
motif bunga akasia dengan hiasan berlian di tengahnya. Rano terpaku melihatnya.
Ia sadar satu-satunya orang yang memiliki liontin seperti itu di keluarga Risa
hanyalah Risa sendiri. Sebuah kesimpulan menikam kepalanya dengan keras.
Liontin itu.... mayat itu....
Risa!!... Jerit Rano dalam
hati.
#####
Air mata menetes dari pipi
Rano sejak sekian lama ia tidak menangis, dan rasanya...... sakit.
Pagi itu Rano, Ivan, dan
tema-teman mereka datang untuk melihat Risa untuk yang terakhir kalinya. Mereka
berdua akhirnya tahu, Risa telah meninggal beberapa jam sebelum mereka datang. Tetapi Rano dan Ivan sendiri nyaris tidak percaya
ketika mereka berdua mendengarnya. Karena entah bagaimana mereka berdua telah
bertemu dengan Risa kemarin.
Meskipun begitu mereka
berusaha untuk mempercayai bahwa gadis yang kini terbaring di liang kubur
adalah orang yang penting bagi mereka.
Selang beberapa waktu,
sebagian besar orang yang datang beranjak pergi meninggalkan pemakaman menyisakan Rano, Ivan, dan kedua orang tua Risa. Disudut matanya Rano melihat Ivan
tiba-tiba berlutut. Wajahnya hampa. Tidak ada cahaya kehidupan dimatanya, hanya
ada kekosongan dan ketiadaan. Tetapi Ivan tidak menangis sama sekali. Ia lebih
tegar dari yang Rano kira.
Melihat hal tersebut,
orang tua Risa hanya menatap Ivan seolah-olah mengerti apa yang dirasakan oleh
Ivan sendiri. Karena merasa tidak sanggup lagi melihat duka yang sangat
dramatis ini, Rano mendekati Ivan dan menepuk bahunya.
“Ayo Van. Lebih baik kita pergi...” bujuknya.
Ivan hanya menuruti dalam
diam. Mereka berdua berpamitan dengan orang tua Risa. Tepat ketika mereka
berbalik dan pergi. Ibu Risa memanggil mereka berdua.
“Tunggu nak Ivan, nak Rano.”katanya.
Mereka berdua kembali
berbalik dan melihat ibu Risa mendekat. Sebelum bibir Rano mengungkapkan rasa
penasarannya, ibu Risa berkata.
“Sebenarnya kami menemukan ini diatas meja belajar Risa.
Keduanya bertuliskan nama kalian.
Sepertinya entah bagaimana Risa membuat ini beberapa waktu sebelum ia
meninggal.” Ujarnya disertai isak samar. Ia menyodorkan dua buah amplop pada
mereka berdua. Rano dan Ivan membuka amplop itu. Di dalamnya terdapat sebuah
surat dan gantungan kunci berbentuk dua bunga akasia. Rano membuka suratnya
dengan gugup dan membacanya dengan
hati-hati.
Untuk sesaat ia melihat Ivan terkejut....
#####
Lima tahun kemudian...
Seorang pria berjalan
disekitar gerbang pemakaman dengan tenang. Dia mengenakan blazer hitam dengan
kacamata minus yang terlihat serasi. Ia mengetikkan beberapa nomor di ponselnya
dan menekan tombol panggil.
“Halo, Ivan? Gua udah sampe nih... lu dimana? ”pria itu melihat arlojinya.
“Apaan? Masih di jalan? Gua aja udah sampe. Lama lu... iya,
iya. Yaudah....” katanya sambil menutup pembicaraan.
Bola matanya otomatis menerawang ke langit yang cerah dan
ia tersenyum. Pikirannya kembali ke memori lima tahun lalu. Ketika seseorang
yang penting pergi dengan kepingan kenangan yang tidak mungkin dapat ia
lupakan. Sebuah perpisahan yang disertai keanehan yang tidak biasa. Dia bahkan
masih menyimpan benda pemberian gadis itu. Pria itu mengeluarkan buku catatan
yang selalu ia simpan di dalam saku bajunya. Di dalamnya terdapat surat yang
gadis itu berikan untuknya. Seluruh kenangannya berterbangan di kepalanya.
Pria tersebut tersenyum tipis. Hingga saat ini ia sendiri
tidak melupakan detailnya sedikitpun. Ia membuka surat tersebut dengan
hati-hati. Surat itu sudah mulai menguning tetapi ia selalu membawanya
kemana-mana. Tulisan didalamnya sudah mulai memudar meskipun masih dapat dibaca
dengan jelas, dan kini ia membacanya dengan perlahan...
Dear Rano
Rano, ini Risa.
Sebenarnya gua udah lama ingin ngomong langsung ke lu. Tapi waktu itu lu udah
tahu hubungan gua sama Ivan. Terus sekarang lu gak mau ngomong sama gua dan
marah-marah terus sama ivan. Jadi sekarang gua nulis surat ini ke lu.
No, gua tau lu
sedih dan marah waktu gua mutusin lu. Gua juga tau hati lu pasti sakit banget. Tapi lu tau gak sih?
Lebih sakit seseorang yang lu cintai tapi ia gak mencintai lu, atau pacaran
sama seseorang yang tidak dicintainya sementara orang yang lu cintai ada di
dekat lu? Mungkin lu gk tau jawabannya..
Tapi
itulah yang terjadi sama Risa. Awalnya saat lu nembak gua. Udah sejak lama gua
sendiri menyukai lu. Jadi udah pasti gua nerima lu. Tapi..... setelah itu gua
sadar. Orang yang gua sukai belum tentu gua cintai dan akhirnya gua tau. Lu
adalah pria yang gua kagumi sedangkan Ivan adalah orang yang gua cintai.
Please No... maafin
gua... jangan marah-marah lagi. Lo bakal rusak kalo terus murung seperti itu.
Gue pengen ngeliat Rano yang biasanya. Rano yang baik hati, Rano yang lucu,
Rano yang peduli sama sahabatnya. Gua minta maaf udah ngerusak persahabatan lu
sama Ivan. Gua pengen lu bersahabat lagi sama Ivan, karena lu tau? Terkadang
persahabatan lebih penting daripada cinta. Tapi banyak orang yang tidak sadar
dan salah satunya adalah Risa ini...
Maaf No...
Yang bodoh
dan ceroboh
Risa
Aliuretta
Rano membaca surat itu sekali lagi sebelum menyelipkan
surat itu kembali kedalam buku catatannya. Tak lama ia mendengar suara mobil
mendekat. Sebuah mobil hitam elegan yang ia tidak tahu namanya. Ia menunggu
hingga orang yang ada di dalamnya keluar. Seorang pria yang ia tahu pasti
adalah Ivan keluar dari mobilnya. Ivan
segera meminta maaf atas keterlambatanya karena ada sedikit masalah di mobilnya.
“Makanya jangan sering-sering ganti mobil. Jadi banyak
masalah kan.”komentar Rano.
“Sori banget deh. Gua belum biasa soalnya.”kata Ivan.
Rano mengajak Ivan
memasuki area pemakaman menuju tempat nisan Risa berada.
Risa...batin Rano.
Hari ini kita
dateng lagi buat ketemu sama lu. Sekarang gua udah ngebuktiin kan kalo gua udah
bersahabat lagi sama Ivan. Ngomong-ngomong Ivan udah menikah sama temannya.
Jangan cemburu loh Ris!...
Tanpa sengaja Rano melihat bunga akasia saat ia mendekati
makam Risa.
“Bunga itu, bunga akasia berwarna merah dan putih itu bunga
kesukaan lo kan?” kata Rano lirih agar Ivan tidak mendengarnya. Ia mengambil
setangkai bunga itu.
Tidak lama mereka sampai ditempat Risa di makamkan.
Rano berlutut dan menaruh setangkai bunga akasia di depan nisan Risa. Angin
berhembus perlahan dan lembut seolah –olah mewakili Risa mengucapkan terima
kasih. Untuk beberapa saat mereka memanjatkan doa untuk risa dan lebih banyak
termenung menatap nisannya.
Tidak lama Ivan berpaling
pada Rano sambil mengatakan ia harus pulang karena ia dan istrinya harus
mengikuti pernikahan sahabat istrinya. Rano hanya mengiyakan karena ia sendiri
juga ada keperluan dan harus segera pergi. Rano mengikuti ivan keluar dari
pemakaman sambil mempehatikan awan-awan yang menggumpal menjadi berbagai
bentuk. Rano tersenyum. Ia melihat sebentuk awan yang sangat familiar. Sebuah
bunga akasia. Untuk sejenak Rano terpaku pada awan tersebut dan tersenyum.
“Sekarang gua udah tahu arti bunga kesukaan lu” gumamnya.
Bunga akasia itu artinya persahabatan...
Bener gak Ris? batin Rano
melanjutkan.
-FIN-
0 komentar:
Posting Komentar